Kepunahan katak akibat pemanasan
global dapat menimbulkan kerugian
pada manusia, karena satwa ini
memegang peran penting dalam mata
rantai kehidupan diantaranya sebagai
pemangsa serangga dan bahan
obat-obatan.
“Menurunnya populasi katak di
berbagai belahan dunia membuat satwa
ini menjadi perhatian dunia,
sehingga ada upaya-upaya agar tidak
punah,” kata Drs Jansen Manansang,
MSc, pegiat konservasi satwa
yang juga Presiden South East Asian
Zoos Association (SEAZA) di
Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, Senin (16/6).
Ia mengemukakan hal itu sehubungan
dengan rangkaian kampanye 2008
Year
Of The Frog. Pada Konferensi SEAZA bulan September 2007 di Kuala
Of The Frog. Pada Konferensi SEAZA bulan September 2007 di Kuala
Lumpur, Malaysia, tahun 2008
dicanangkan sebagai tahun katak (2008
Year of the Frog), dan kebun-kebun
binatang di dunia mulai
melakukan berbagai kegiatan untuk
mengkampanyekan tahun katak
tersebut.
Sehubungan dengan agenda dunia itu,
pada hari Sabtu (14/5) hingga
Minggu (15/4) dinihari, di Taman
Safari Indonesia (TSI) Cisarua,
Bogor dilakukan pelatihan mengenai
satwa amfibi, khususnya katak,
dengan mendatangkan pakar amfibi
dari PHI (Perhimpunan Herpetologi
Indonesia), Dr Mirza D Kusrini.
Kegiatan bertema Pendidikan
Konservasi Katak itu dilakukan atas
kerjasama TSI, PHI, Perhimpunan
Kebun Binatang Se Indonesia
(PKBSI), dan SEAZA, diikuti
perwakilan Taman Akuarium Air Tawar
Taman Mini Indonesia Indah (TMII),
perwakilan Kebun Binatang
Ragunan, Sea World, serta sejumlah
karyawan/karyawati TSI, dan
juga dihadiri Direktur Kebun
Binatang Bandung, Romli Bratakusuma.
Dalam kegiatan tersebut juga
dilakukan pengamatan untuk
identifikasi katak di sekitar areal
TSI. Pengamatan katak ini
dilakukan pada malam hari dengan
melibatkan 30 orang, yang terbagi
atas empat kelompok. Pencarian
dilakukan di areal air terjun Curug
Jaksa, Pasir Ipis, areal safari
trek, dan areal tepian sungai
Cisarua.
Katak-katak yang ditemukan kemudian
diidentifikasi, baik dari
jenis, warna, bentuk tubuhnya.
Terdapat lebih dari 11 jenis katak
yang ada di areal TSI Cisarua.
Kegiatan pengamatan ini dilakukan
untuk mengenalkan katak lokal
kepada masyarakat. “Sehingga katak
yang tadinya dianggap
menjijikkan dan tidak mendapat perhatian
masyarakat, saat ini
menjadi salah satu jenis satwa yang
menarik dan bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Dan bahkan
menjadi perhatian dunia,” katanya.
Jansen mengatakan, di dunia ini
diperkirakan terdapat 4.000
spesies katak, beragam jenis, warna
maupun bentuknya. Sayangnya,
tidak banyak yang mengetahui kalau
ternyata satwa ini banyak
manfaat dalam mata rantai siklus
kehidupan, diantaranya predator
bagi serangga, untuk konsumsi
manusia, dan dijadikan obat-obatan.
Di Indonesia, lanjut dia, diperkirakan
terdapat 400 jenis katak,
di antaranya jenis Barborula
kalimantanensis yang sangat langka di
dunia karena dianggap sebagai
satu-satunya katak yang tidak
mempunyai paru-paru.
Ia mengatakan, sejauh ini jumlah
spesies katak yang ada di
Indonesia belum diketahui secara
pasti, karena belum banyak yang
peduli ataupun melakukan penelitian,
mengingat katak dianggap
binatang yang menjijikkan dan tidak
bermanfaat.
Dengan terus mengampanyekan
pentingnya katak dalam mata rantai
siklus kehidupan, ia mengharapkan
secara perlahan perhatian
masyarakat pada katak dapat semakin
baik, sehingga ikut menjaga
agar tidak
punah.(www.mediaindonesia.com)